Aku menutup buku favoritku yang baru
saja selesai kubaca, ini adalah yang ke 1800 kalinya. Aku yang sedang merenung berjam-jam lamanya
di atap rumah, mendengar ocehan orang-orang di bawah sana. Mereka bilang malam
ini langit dan benda-benda di sekitarnya nampak begitu indah, namun aku tak
bisa melihat keindahannya. Tatapanku hampa.
Pandangan pun mulai samar,
“Bagaimana
mungkin aku terus
menunggu sosok yang telah meninggalkanku dua puluh tahun yang lalu,” gumamku dalam lamunan. “Bagaimana mungkin aku begitu tergila-gila layaknya Qais kepada Laila dalam
cerita novel “Laila Majnun” yang telah kubaca lebih dari 1000 kali.”
“Kamu yang
telah berhasil mengoyak hatiku, lihatlah! aku hancur sebab merindumu. Sembabku ini akibat terkikis karena terjaga. Terjaga dari semua lamunan tentangmu. Kembalilah
sebelum aku benar-benar gila. Kembalilah sebelum aku benar-benar menjadi Qais yang gila karena Laila. Ah,
Sial... Sepertinya aku memang bernasib sama dengan Qais.” Aku tertawa, sinis.
Telah begitu lama aku menahan rindu tentangmu. Hingga detik ini, aku masih mencintai sosok dirimu.
Kau seolah menahanku, menjadikan pikiranku semakin keruh, setidaknya tinggallah
lebih lama lagi. Dulu kau bilang, “Jangan menungguku,
lupakan aku!”
“BEDEBAH!!!! Apa kau ingin membunuhku dengan kata-kata itu?” teriakku begitu keras hingga semua
orang mencari-cari dari mana asal suara itu. Tanpa sadar, air mata mulai
membanjiri pipiku.
“Apa kau tahu?
Bahwa dirimu telah mengakar begitu dalam di sudut hatiku. Rinduku
kepadamu seperti candu, begitu nikmat.” aku terdiam lagi, dan kututup kalimat itu dengan 1
kata, “kurasa”
Waktu terasa
berhenti dan aku masih di sini. Menunggu, terus saja menunggu. Sesekali aku
berhayal, melihat bayanganmu menerobos imajiku. Bayangan itu, telah mendoktrin
otakku. “Bersajak” hanya itu yang kini menjadi rutinitasku. Sekedar menyatukan
aksara-aksara bernada, berharap kamu yang entah di mana mampu mendengarnya.
Inspirasi : Novel Laila Majnun
Sumber gambar : https://hatefsvoice.files.wordpress.com/2011/02/images13.jpg
Sesekali, coba menulis dengan POV 3.
BalasHapusSeperti materi minggu lalu.
iya pak Her tak coba yg pakai POV 3 lain waktu. biasanya jumat mlm atau sabtu mlm nulis cerpen pak
Hapus