Novel
Memang Jodoh ini ditulis oleh Marah
Rusli yang terbit pertama kali pada tahun 2013. Novel Memang Jodoh adalah karya terakhir Marah Rusli, baru boleh
diterbitkan setelah seluruh yang ada di dalam buku itu meninggal dunia. Dan
harus menunggu setelah 50 tahun lamanya. Dalam novel Memang Jodoh ada tokoh utama yang bernama Hamli, yang tak lain
adalah Marah Rusli sendiri pergi merantau untuk melanjutkan studi. Pada kisah
di dalam novel Hamli gagal untuk pergi ke Belanda. Pada kisah yang sebenarnya,
Marah Rusli juga tidak pernah pergi ke belanda. Hamli akhirnya pergi merantau
ke Pulau Jawa demi ilmu, dalam perantauan Hamli bertemu jodohnya dan menentang
adat istiadat keluarganya di Minang. Keputusannya untuk tidak menikah dengan
bangsawan Padang dan menolak untuk berpoligami dengan bangsawan di Padang
membuatnya dibuang oleh adat dan keluarganya. Novel ini memang semi autobiografi
dari Marah Rusli sendiri, yang menceritakan perjalanann kisah asmara dengan
gadis Sunda yang bernama Raden Putri Kencana. Cinta dan adat menjadi tema utama
dalam novel ini.
Dengan membaca novel Memang Jodoh, pembaca dapat mengetahui
adat dan budaya yang tumbuh di dalam masyarakat Minangkabau. Suku
Minang atau Minangkabau adalah suku yang berasal dari Sumatera Barat. Suatu
daerah yang menganut sistem dengan adat matrilineal yang kuat. Sistem
kekerabatan matrilineal adalah sistem kekerabatan yang hubungan keluarganya
didasarkan garis ibu. Garis keturunan dirujuk kepada ibu yang dikenal dengan Samande
(se-ibu), sedangkan posisi ayah diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga.
Kaum perempuan di Minangkabau dijuluki Bundo
Kanduang karena memiliki kedudukan yang istimewa.
Bagi laki-laki di Minang, perkawinan
menjadi proses untuk masuk lingkungan baru, yakni pihak keluarga istrinya.
Semua adat yang telah ditetapkan harus ditaati oleh semua masyarakat, karena
pada dasarnya adat dapat juga dikatakan sebagai ketentuan atau hukum yang
mengatur tata cara kehiduapan masyarakat.
Sistem matrilinial yang dianut
menyebabkan lelaki di Minang tidak memiliki hak untuk mendiami rumah gadang,
tidak memiliki hak untuk menurunkan suku ke anak-anaknya, sehingga ketika
lelaki Minang menikah dengan wanita selain Minang, secara adat dia tidak akan
memperoleh gelar dan anaknya pun nantinya tidak akan memiliki suku, maksudnya
adalah anak dan istri tidak akan dianggap secara adat. Seperti yang terdapat
dalam novel Memang Jodoh, tokoh utama
(Hamli) yang menikah dengan perempuan Sunda (Din Wati) tidak akan pernah diakui
di dalam adat istiadat keluarga di Minangkabau. Hanya ada satu syarat jika
laki-laki Minang ingin kembali diakui oleh adat dan keluarganya setelah
menikahi wanita yang bukan orang Minang, yaitu pihak laki-laki menikah lagi
dengan wanita Minang.
Hal
yang sangat menonjol pada novel Memang
Jodoh karya Marah Rusli ini adalah adat yang sangat kuat di daerah
Minangkabau. Saat ini masyarakat Minang memang merupakan masyarakat
penganut matrilineal terbesar di dunia. Marah Rusli mencoba untuk menampilkan
kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi yang membelenggu seperti adat
perkawinan yang sangat kaku, adat perjodohan bahkan anjuran poligami dari
keluarga di Padang.