Sumber gambar : google.com
-Kesalahan Besar-
Lima
belas menit lagi pelajaran jam ketiga akan segera dimulai. Aku berdebar, melihat
Fahri di perpustakaan, di tempat duduk kesayangannya sedang membaca surat
dariku. Tatapannya tanpa ekspresi, mungkin sudah terlalu sering ia mendapatkan
surat semacam ini dari seorang wanita. Asma duduk dengan tenang, tangannya memegang sebuah buku. Saat itu tidak begitu banyak anak di
dalam kelas, hanya ada seorang wanita berambut pendek duduk dekat jendela. Dan
seorang wanita non muslim keturunan Inggris duduk di tengah paling belakang,
sedang tidur.
“Asma,
aku ... aku ...” dadaku naik turun, napas terengah-engah, keringat dingin membasahi
tangan dan kaki.
“Nay,
istighfar dulu Nay. Ada apa?”Asma bertanya, hawatir.
“Aku
menulis surat untuk Fahri, kuletakkan di bukunya dan dia sekarang sedang
membacanya. Asma, meski belum tentu terbalas tapi aku sungguh bahagia”
“Nay, benar-benar sudah yakin menyukai Fahri?” Asma mengambil tanganku dan menggenggamnya.
Aku
terdiam sejenak, tersenyum tipis, “In Syaa Allah aku yakin Asma”
Hari
ini pikiranku sedikit kacau, meski belum tentu terbalas namun senyum
cengar-cengir tak bisa tertahan. Di saat pelajaran jam ketiga, sesekali Asma
menatapku, kami beradu mata dan sama-sama tersenyum. Asma seperti mendukungku
penuh.
“Asma
mau ngajar ngaji, kan? Hati-hati, ya!”
“Nay
juga hati-hati. Tidak boleh makan sampai terdengar azan maghrib” Asma tertsenyum
menggoda.
***
Kejadian
yang lalu, ketika kedatangan papa di resto ini, perlahan mulai kulupakan. Meski
minggu lalu papa kembali datang bersama teman bisnisnya, tapi aku tak pernah
lagi mau mengantar pesananannya. Tak ingin mempermalukan papa dihadapan
teman-teman pembisnisnya lagi.
Azan
maghrib telah berkumandang. Waktu untuk shalat dan berbuka, aku berpuasa sunnah
di hari Kamis. Dengan berpuasa sunnah Senin dan Kamis in syaa Allah tubuh lemahku yang pesakitan karena terbiasa hidup
serba ada ini akan selalu diberi kesehatan, itulah nasihat dari Asma. Selain
itu untuk menambah imanku kepadaNya dan masih banyak lagi manfaat dari puasa
sunnah ini.
“Kak
Nayla, maaf ada laki-laki yang ingin bertemu denganmu? Dia menunggu di depan?” kata
Andara, salah satu teman kerjaku.
“Mencariku?”
tanyaku, heran. “Hemm iya baiklah, aku akan segera menemuinya.” lanjutku.
Rasa
heran dan penasaran terus menggelitik di dalam pikiran. Sesegera mungkin kutemui
dia. Dari kejauhan, terlihat dia sedang duduk di kursi yang menghadap ke
jendela, memakai hem panjang berwarna abu-abu,
celana kain dan sedang mengaduk-aduk kopi yang baru saja dipesannya. Ia Tampak gelisah.
“Assalamualaikum, siapa?” tanyaku dari
belakang.
“Wa’alaikumsalam” Dia menoleh kearahku.
“Fikri?
Ada kepentingan apa kamu datang kemari? Bagaimana kamu bisa tahu aku bekerja di
sini?” tanyaku penasaran.
“Aku
tahu karena sering ke toko buku di sebelah resto ini, dan sering sekali
melihatmu. Awalnya kukira kamu suka datang kemari. Dan aku baru tahu kalau kamu
bekerja di sini dua minggu yang lalu. Tapi itu bukanlah masalah yang ingin kubahas. Ada hal penting yang ingin kutanyakan kepadamu mengenai Asma.”
“Asma?
Ada apa denganya?” tanyaku, semakin penasaran.
“Apa
kamu tahu sebab Asma menolak pinangan Ustaz Ahmad kepada Asma untuk Fahri?” tukasnya,
serius.
“Apa?”
terkejut bukan main, seperti sebuah petir yang menyambar tepat di hadapanku.
“Fahri
menyukai Asma, dan Abah hendak meminta Asma kepada Ibuk untuk Fahri. Karena
belum sempat bertemu Ibuk, Abah bertanya dulu kepada Asma lima bulan yang lalu.
Dan Asma setuju dengan syarat, setelah lulus. Jadi setelah lulus semeseter
depan, Fahri akan mengkhitbah Asma. Karena mereka saling menyukai. Lalu siang
tadi, Asma datang menemui Abah dan menolak Fahri. Ia melarang Fahri dan Abah menemui
Ibuk untuk mengkhitbahnya. Dan Fahri sangat terpukul, Nay. Aku sahabatnya, tahu
bagaimana perasaannya kepada Asma.” tukasnya, panjang lebar.
Mataku
terbelalak, terasa berat untuk mengedipkannya. Suara mulai menghilang dan semakin
lemah. Mataku merebak, perlahan air mata mulai mengalir.
“Sepertinya,
aku tahu apa penyebabnya dan maaf tak bisa menceritakannya kepadamu. Tapi aku
janji, Asma pasti akan menerima lamaran dari Fahri. Katakan itu juga pada
Fahri, sepertinya ini hanya salah paham saja.”
“Kamu?
Kenapa menangis?” tanya Fikri, penasaran.
“Siapa?
Tidak kok, aku hanya terharu saja dengan kisah mereka berdua.”
Setelah
itu Fikri berpamitan pulang. Beginikah rasanya patah hati? Jadi seperti ini
yang dirasakan oleh Asma ketika bibir terus-menerus berbicara perihal perasaanku
untuk Fahri.
Aku
masih terpaku, bersandar pada rasa bersalah yang terus berdesing. Bagaimana
bisa, aku mematahkan hati seorang muslimah yang begitu baik seperti Asma.
Teman, sahabat juga seorang saudara yang tiada duanya. Sejenak pikiran
menerawang, memang mustahil jika seorang pendosa berharap pada laki-laki suci
seperti Fahri. Laki-laki yang baik memang harusnya untuk wanita yang baik.
Mereka harus bersatu.
Aku
kembali ke rumah cukup malam, kendaraan sudah sangat sepi, dan memilih untuk
berjalan sepanjang satu kilometer menuju pangkalan ojek. Gerimis kembali hadir, beradu
menjadi satu bersama air mata yang sejak tadi terus mengalir mengeluarkan penat
rasa bersalah.
“Nayla,
kenapa bisa basah kuyup begini? Matanya juga kenapa jadi bengap sekali, Nak?” Ibuk
mengusap wajahku yang basah kuyup, hawatir.
“Tadi
Nay naik ojek, Buk.” Aku tersenyum tipis.
“Nay,
badan kamu panas” Asma memegang keningku, ia terlihat sangat hawatir.
“Tidak
apa-apa Asma, besok Nay tidak kuliah dulu ya. Nay sepertinya sangat lelah hari
ini. Ibuk boleh temani Nay tidur malam ini?” pintaku.
“Tentu
saja, Nak”
Ibuk
membuatkan coklat panas dan memberikan sebuah vitamin untuk menguatkan daya
tahan tubuhku. Sendainya mama dan papa sedikit punya waktu seperti ibuk,
mungkin hatiku tak akan sekosong ini. Malam ini begitu dingin, menyeruak ke
dalam jiwa dan raga. Dengan adanya ibuk di sisih, adalah cara untuk
menghilangkan hawa dingin yang sejak tadi menggerogoti.
“Sepertinya
handpone Nay sejak tadi bergetar” kata
ibuk sembari memagang getar hp yang berasal dari dalam tasku.
“Tidak
apa-apa, Buk. Ini juga sudah malam. Tidak seharusnya menghubungi seseorang di
malam hari begini.
***
-bersambung-