Buku-buku itu adalah sesuatu yang mampu membawa pikiran-pikiran ajaibku melayang di atas suara yang mampu menembus waktu.

Kamis, 28 Desember 2017

Another (Part 1)



Sumber gambar : https://i.pinimg.com/

-Di dunia bawah-

Hanya ada malam, namun begitu kelam lebih dari biasanya. Dunia yang diselimuti kegelapan hingga tak bisa tergambarkan. Gemuruh seperti suara petir menyambar bercampur menjadi satu dengan suara auman, adalah sebuah pertanda. Di sini, di dunia bawah yang tak akan mungkin dapat dijangkau oleh manusia, malam ini semua legion1 sedang berkumpul mengitari sebuah batu besar. Mereka tunduk, bersujud menanti kebangkitan keturunan Raja Satan, Lucifer2. Seorang raja yang sangat ditunggu-tunggu oleh para legion, sebab raja sebelumnya telah tersegel 500 tahun yang lalu. Konon, ketika segel itu rusak maka sang keturunan akan terlahir.

-Dunia manusia-

Silam, pekat, kelam, merengkuh sang malam. Rintik hujan yang kian deras menambah kegalauan. Petir menyambar ke segala arah, merisaukan penduduk bumi. Angin gunung mulai menggila, arahnya tak bersahabat, sangat mengerikan. Satu-satunya cahaya hanya berasal dari lilin. Para bintang tertelan awan gelap, sedangkan rembulan dilahap habis oleh gerhana, tak bersisa.
Seorang wanita tua tengah mematung di dalam rumah, menanti suaminya yang tak kunjung kembali. Sesekali ia mengintip dari jendela, tatapannya menyebar ke dalam gelapnya malam yang diselubungi hujan. Semua penduduk bumi merasakan hawa yang merisaukan. Ini bukanlah kali pertamanya mereka disambut oleh bencana, namun ada rasa gelisah yang terus memburu dan melesap ke dalam pori, mengalir dalam darah, hingga ke hati dan pikiran mereka.

Sumber gambar : https://assets-a2.kompasiana.com
 
Sebagian dari manusia tahu, bahwa ini adalah peringatan dan pertanda telah lahir sang keturunan. Mereka adalah manusia pilihan yang ditakdirkan melawan para legion bersama tuannya.


-Tujuh tahun kemudian ... -
“Ran, bekalnya sudah nenek siapkan di dalam tas. Jangan berpisah jauh-jauh dari guru, ya! Karena nanti Ran akan belajar di alam liar,” nasihat nenek, sembari menata bekal ke dalam tas.

“Nek, Ran itu hanya belajar di pinggiran gunung, jadi tidak akan tersesat” tukasnya, meyakinkan. Ran mengambil tas ranselnya yang telah siap, kemudian berpamitan kepada nenek dan kakeknya.

Kakek Gin yang sedari tadi sibuk membelah kayu, tiba-tiba berhenti, berdiri menatap wajah istrinya, “Kenapa wajahmu selalu gelisah ketika cucu kecil kita pergi keluar rumah, Runi?”

“Bagaimana aku tak sedih, Gin. Lihatlah cucu kecil kita! Sejak kautemukan dia di dalam hutan tujuh tahun yang lalu, aku sudah tahu dia bukanlah dari jenis kita, manusia. Semakin hari dia semakin cantik, kulitnya sangat putih dan halus meski ia selalu membantuku berkebun. Tubuhnya selalu harum. Rambut hitam pekat, halus, bahkan tak sehelai pun pernah rontok. Dan yang paling mengherankan adalah tanda bulan sabit yang ada di dahinya. Untung saja saat ini rambutnya telah panjang dan ada poni yang menutupinya. Aku tahu dia bukan makhluk yang jahat, tapi aku khawatir jika dia nanti diculik, Gin.” Binar mata wanita tua ini penuh dengan ketakutan.

“Baiklah kalau itu yang kamu takutkan, minggu depan kita bawa Ran ke Timur menemui teman lamaku. Namanya Naff, dia adalah manusia pilihan pembasmi legion dan sejenisnya.

***
Di tepi danau pinggir pegunungan, Ran dan teman-temannya sedang belajar mengenali alam liar. Cara memancing, cara mengenali tumbuhan liar beracun, dan masih banyak hal lagi yang mereka pelajari di sana.

Kecantikan Ran membuat ia sangat dikagumi oleh anak laki-laki, sedangkan hampir seluruh anak perempuan di kelas membencinya. Mau tak mau ia tetap harus satu kelompok dengan pilihan gurunya, dua laki-laki dan tiga perempuan termasuk Ran. Dua temannya yang perempuan sangat membenci Ran, mereka terus-menerus menyuruh Ran.

Ketika semua kelompok tengah mencari macam-macam tanaman untuk membedakan mana tanaman yang beracun dan tidak, Ran dijaili oleh Lucy dan Emily, teman satu kelompoknya. Mereka berdua meminta Ran untuk masuk ke dalam gunung agar mendapatkan tanaman yang lebih beragam. Karena Ran sangat baik, ia bersedia melakukan perintah Lucy dan Emily.

“Bu Iren ... Ran hilang. Bagaimana ini, Bu? Tadi Ran bilang ingin mencari tanamannya sendiri. Lalu saat kami memanggilnya, dia sudah tak ada.” Emily berbohong kepada gurunya, agar ia tak disalahkan. Berpura-pura takut dan khawatir.

“Semuanya tenang! Kita kembali ke sekolah, ya! Bu Iren akan meminta bantuan guru lain untuk mencari Ran,” tukas Bu Iren, mencoba menenangkan anak-anak yang mulai riuh ketakutan.

Di dalam gunung yang penuh dengan pepohonan besar, tanaman dan binatang liar, Ran seorang diri menerobos masuk, sama sekali tak ada rasa takut dalam hatinya. Dengan santainya ia berjalan, tatapannya fokus mencari tanaman-tanaman asing, memetiknya lalu memasukkan tanaman itu ke dalam keranjang yang dijinjingnya.

Ada suara aneh yang membuat Ran penasaran, kemudian mengikuti suara itu, membelah semak-semak yang menghalangi, dan langkahnya berhenti seketika. Tanpa bisa berkedip, ia terpaku dengan apa yang disaksikannya. Ran melihat seorang anak laki-laki tanpa sehelai benang menutupi badannya yang sedang memakan kelinci hidup-hidup. Rambutnya berwarna pirang, tubuh putih pucat seperti orang mati, tapi mata ungu dan bibir kemerahannya begitu hidup, sangat tampan. Tanpa merasakan takut, Ran mendekat, “Apa ... yang sedang kamu lakukan?” Ran terbelalak, hampir tak berkedip selama sepuluh detik.

Anak laki-laki itu berdiri, menatap tajam ke arah Ran. Matanya seperti dipenuhi oleh amarah dan kebencian. Ia mendekat satu langkah ke arah Ran, hendak mencakar dengan kuku panjangnya.

“Siapa namamu? Berapa usiamu? Hemm ... sepertinya kita seusia, ya? Lalu apa yang kamu lakukan di sini? Dan ... wahh kenapa kamu tak mengenakan pakaian?” Dengan keheranan yang teramat besar dan senyuman lebar penuh semangat, Ran menanyakan beberapa pertanyaan sekaligus. Pertanyaan Ran yang seperti menodong itu, menghentikan tangan anak laki-laki asing yang hendak mencakarnya.

Tatapan anak laki-laki yang tadinya berwarna ungu, kini berubah menjadi merah. Ia merasa sangat marah tanpa sebab. Seperti binatang buas yang dibangunkan dari tidurnya. Ran tersentak, ia merasa ada yang aneh dalam diri anak itu. Tanda bulan sabit di keningnya nampak bercahaya, seperti menarik tubuh Ran untuk memeluk anak laki-laki itu.

Sesuatu yang luar biasa terjadi, mata anak itu kembali ungu dan ia menjadi lebih tenang, seolah Ran telah menyucikan hati anak itu dari sikap buas yang entah datangnya dari mana. Di mata Ran, anak itu sama sekali tak menakutkan, justru terlihat begitu malang. Sendirian di dalam hutan, tak tahu cara makan yang benar, dan kedinginan tanpa pakaian. Ran melepas jaket yang ia kenakan, kemudian memakaikannya di tubuh anak itu.

Strange ... hemm saat ini aku akan memanggilmu Strange, karena kamu sedikit aneh dan tak mau menjawab pertanyaanku. Padahal, tadi kamu bisa mengeluarkan suara seperti kucing yang sedang marah. Baiklah Strange, nanti setelah sampai rumah akan kuajari kamu berbicara, membaca, dan menulis. Lalu akan kuberi kamu nama yang bagus.” Anak laki-laki itu hanya terdiam menatap Ran yang sedari tadi mengomel.

Ran menggandeng tangan Strange, mengajaknya pulang. Tanpa disadari, ia berhasil kembali dengan selamat. Di pinggir danau, ia bertemu dengan kakek dan para guru yang sedang dalam perjalanan hendak mencari Ran. Kakek sangat senang, melihat Ran kembali dengan selamat. Berlari dan memeluk cucu tercintanya itu.

***


-Bersambung- 
 #FantasyRomance
#TantanganFiksi6

5 komentar:

  1. iya, keren.. pengen tuh sy bisa bikin fiksi fantasi kayak gini..

    top deh (y)

    BalasHapus
  2. Fantasinya sempurna. Membaca ini serasa nonton film

    BalasHapus
  3. Saya bacanya tahan napas...seperti Tak may terlewatkan satu katapun saat napas tertarik😀

    Mantap...krisannya memang terlalu cepat meloncat 7 tahun kemudian nya....

    BalasHapus
  4. Selalau mantap kalau fantasy buatannya laila (asikk laila kayak judul laguu)

    BalasHapus

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Halaman

Aku adalah aku... Bukan kamu juga bukan dia.

BTemplates.com

Seperti Romeo and Juliet

Sumber gambar : google. Com "Kenapa? Bukankah kalau kamu sakit tak akan bisa merawatku?" tanyamu. Badanku terhuyung ke...