Sumber gambar : https://i.pinimg.com
Namamu ... masih ada. Di sini, tepat di
relung yang paling dalam. Memang sengaja masih kusimpan meski waktu telah
melahap hingga semburat. Berbekas indah di antara alunan gemuruh kesakitan. Aku mencintaimu tanpa nalar. Menunggu dan terus percaya
bahwa kamu akan kembali.
Seribu tiga ratus empat puluh dua malam aku menunggu. Lelah? Ya, tentu saja. Bukan menyerah,
tapi lelah dengan sang malam yang coba mengutuk, menghalangi waktu pertemuan
kita. Dalam kekhawatiran, aku terus tersenyum. Termangu di sisa-sisa malam,
mencoba mengais kembali memori yang kian padam.
Malam mulai bengis, kutukannya begitu
nyata. Memberiku dua pilihan. Tetap bertahan meski terluka atau bahagia tapi tanpa
dia.
Pikiranku pecah, jatuh di antara halaman-halaman
pada buku kosong tak bertanda. Aku tersentak, dengan segera membuka perlembar halaman
buku itu. Berharap menemukan kembali keputusan yang tadi telah kutetapkan.
Malam yang egois tak sabar menunggu
jawaban dariku. Murka, malam mulai murka. Sebentar lagi malam akan melahapku
dengan kekelamannya. Tunggu ... kenapa aku harus takut? Bukankah ada yang lebih
kelam dari malam?
Itulah
hatiku, yang dipenuhi oleh luka.
Meski menantimu berisiko hilangnya
emosiku. Dengan bangga, hati ini enggan untuk tumbang, berlalu kemudian meninggalkanmu.
#4thDay
#30DWC
#OneDayOnePost
jadi hati yang terluka itu lebih kelam dari malam yaa 😂
BalasHapussecara fiksi sih gitu mbak hihihi
Hapusnice, sukak ... lovelove
BalasHapusBagaikan si pungguk merindukan rembulan
BalasHapus