Sumber gambar : https://i.pinimg.com
“Kamu, jatuh lagi?”
“Tenanglah kamu tak akan mati!”
“Luka itu tak dalam, jadi santailah
sedikit!”
“Tahan dan lakukan yang terbaik!”
Mendengar semua itu, lamunanmu tetap tak mau
beranjak. Ah maaf, mereka hanya bisa bicara, padahal tak tahu-menahu apa yang
kamu rasa. Jatuh, bangun, jatuh lagi, kemudian bangun lagi. Tangis dan tawa
kian beradu, menciptakan sendu.
Kamu mencoba terus berdiri, bertahan
kemudian memudar. Terlarut dalam kuasi yang tak berkesudahan. Astaga, rapuh
sekali. Lagi-lagi tanggal; terlepas lalu jatuh, luruh.
Malam masih beradu bersama lengang, detik
jam terus mengalun menghibur roh-roh yang tersungkur oleh fana’. Dan kamu, adalah bagian dari roh itu. Berpasrah dihadapNya, tak
mampu berucap. Kata menjadi hal tersulit. Malam yang tragis, bukan? Tak apa,
menangislah jika itu mendamaikan. Tapi, kamu harus bangkit lagi esok hari!
Jantungmu terus berdegup seperti tak ada
jeda. Keringat dingin mendekap, melahap seluruh tubuh. Takut? Karena apa? Kamu punya
mereka, dua pahlawan yang senantiasa di sisi. Waktu sudah berjalan terlampau
jauh, tapi kedua kakimu tak beranjak kemana pun.
Kita
adalah sepasang napas yang menjelma seperti kanon; komposisi musik yang terus
bersahutan. Hampir tak tahu kapan waktu yang tepat untuk berhenti beradu.
Bukankah itu romantis?
Maaf,
tapi itu dulu.
Malam keseratus delapan puluh akan
berakhir enam puluh menit lagi, dan kamu masih terjebak dalam memoar abu-abu. Terus
menanti kedatanganku. Sampai kapan? Menyerahlah, aku tak akan pernah kembali. Jangan
terpuruk sebab laki-laki yang enggan kembali karena benci menjelaskan banyaknya
kepedihan yang kaurasa. Dua pahlawan renta itu tengah berharap senyum dan
celotehan khasmu.
Aku tak lagi menjadi sosok yang harus direfleksikan
dengan sempurna olehmu. Ragaku telah terdekadensi oleh wanita jalang itu.
#Day 2
#30DWC
#OneDayOnePost
#Day 2
#30DWC
#OneDayOnePost
Daleeem... 😆
BalasHapusWoooow... Keren
BalasHapus