“Luna
tidak bisa datang?” tukasnya, mengagetkanku.
“Eh,
iya Kak. Dia ditahan Bu Heni. Maaf ya, Kak.” Aku benar-benar gugup.
“Berikan
ini padanya!” Kak Alan menyodorkan selembar kertas gambar padaku. Tatapannya
masih saja dingin, benar-benar mirip sama tokoh di dalam komik.
Setelah
kak Alan membalikkan badan dan pergi, aku membuka selembar kertas gambar itu. Terpesona,
sekali lagi mata ini telah dibutakan oleh pesona goresan pensilnya. Padahal ini
bukan untukku, ini milik Luna.
***
Mendung
hadir mengawal pagi, nuansa yang begitu menjengkelkan. Serasa digantung oleh cuaca.
Angin mulai risau, seperti hatiku yang kian terpikat oleh sesuatu yang tak
mungkin bisa tersampaikan. Dekat senyum dinginnya sore lalu, membentur,
menerpa, dan terus saja menggerogoti pikiran. Menuklik ke dalam hati melebihi
kecepatan cahaya dalam ruang vakum. Benar-benar sangat cepat. Membuatku tak
tenang.
Di
dalam ruang kelas yang dua belas menit lagi akan dimulai pelajaran, aku
memberikan gambar yang kak Alan berikan kemarin kepada Luna, “Nih, dari kak Alan.”
“Aaa
... makasih, Lail.” Luna mendekap gambar kak Alan, wajahnya sumringah bahagia.
“Sini
Lihat! Wahhhh bagusnya.” Mulut Ema dan Indah menganga, binarnya menatap tajam gambar
kak Alan. Sepertinya bukan hanya aku saja yang tersihir oleh gambarnya.
Pagi
ini kami belajar matematika dan kewirausahaan, dengan khidmat kami mengikuti
pelajaran. Sesekali aku menoleh ke belakang, memarahi Luna yang sedari tadi
bisik-bisik dengan Runi. Ah, ya sudahlah
namanya juga baru pacaran. Apalagi cowoknya itu kak Alan. Semua juga tahu kalau
kak Alan itu tampan. Luna benar-benar beruntung.
Bel
istirahat berbunyi, biasanya kami ke kantin bersama. Tapi kali ini aku tak ikut,
“Aku nggak ikut, ya. Mau ke perpus balikin buku.”
“Kalau
sudah selesai dan belum jam masuk, nanti kamu nyusul ke kantin, ya!” pinta
Luna.
Jalan
kami berlawanan arah, mereka turun ke lantai satu. Sedangkan aku bergegas
menuju perpustakaan dengan sedikit berlari. Ingin cepat-cepat mengembalikan
buku ini dan bergabung dengan teman-teman. Mengejutkan, aku terjerembap jatuh
menabrak seseorang yang kebetulan keluar dari ruang kelas tiga. Kak Alan?
Kak
Alan terhuyung dua langkah ke belakang, “Lain kali hati-hati!” Tiba-tiba kak Alan
mengulurkan tangannya kepadaku. Ingin sekali kugapai tangannya itu, tapi ... begitu
takut.
Aku
memutuskan untuk berdiri sendiri, bersikap tak acuh dengan uluran tangan kak
Alan yang bermaksud membantu. Wajahku memerah, tak berani beradu mata dengan
kak Alan. Jantung berdetak begitu kencang. Duh
... kenapa harus bertabrakan dengan Kak Alan segala, sih.
“Kamu
nggak papa?” tanya kak Alan, tanpa ekspresi. Sikapnya sunguh dingin.
Sejenak
aku melirik kak Alan, lalu kembali tertunduk. Sangat malu, benar-benar mirip dengan
kejadian di salah satu komik anime yang kubaca. Sebelum kak Alan mendengar detak jantung yang begitu kencang ini, aku berlari tanpa mengatakan
maaf padanya.
Ah,
kalau begini aku jadi seperti tokoh antagonis saja. Membiarkan wajah memerah
dan jantung berdetak kencang, tanpa memikirkan perasaan Luna. Tak
hanya terpikat oleh gambarnya saja, perasaan aneh yang baru pertama kali muncul ini adalah rasa suka.
Entah sejak kapan. Sepertinya telah tersihir olehnya, oleh tatapannya.
Debarku
masih begitu riuh, tak sanggup mengontrolnya. Perasaan suka ini telah menjalar.
Ah, bodoh ... apa yang harus kulakukan?
“Lail,
sedang apa kamu?” Gema suara yang tak asing, lagi-lagi menyentakku.
“Hei,
Luna.” Aku mengambil napas panjang lalu mengembuskannya.
“Kamu
kenapa? Kok kayak habis lari-lari gitu?” tanya Luna, penasaran.
“Nggak
papa, Lun. Habis bertemu penyihir tadi, makanya langsung lari. Yuk balik ke
kelas!” Luna mengerutkan dahinya, seperti tak puas dengan jawabanku. Senyuman
tipis kusuguhkan untuk menanggapi ekspresi Luna. Kemudian menggandeng lengan dan
mengajaknya masuk ke dalam kelas.
Sudahlah, mungkin aku
hanya nge-fans, tidak lebih. Jadi biarkan rasa ini tersimpan rapat-rapat agar
tak siapa pun tahu. Setidaknya untuk terus menjaga persahabatan. Karana percuma juga meski kuungkapkan, karena aku tak akan pernah memutuskan untuk berpacaran.
-Tamat-
#Tantangan ODOP 5
#Cinta Pertama
0 komentar:
Posting Komentar