Sumber gambar : http://static.republika.co.id
Lagi-lagi mendung merujuk, bertahtah sedari
pagi buta. Aku bergegas menyapa dunia dengan senyuman, berlari kemudian duduk
di bangku panjang pinggir taman. Bernapas, menikmati hawa, seakan lupa pada
bahara asa. Buku penggugah jiwa kubaca dengan seksama, berharap diksinya menyelapi
setiap jalan pikir. Lalu-lalang kaki bersua, menambah romansa di tiap detiknya.
Lelaki paruh baya mengendap duduk di
sampingku. Langkahnya lirih sembari tertawa kecil, terhibur oleh ponsel di
tangan. Matanya berbinar, sesekali tangan kananya menopang dagu dan ia pun tersipu,
lagi, lagi dan tersipu lagi. Seperti sedang jatuh cinta.
Yah, cinta itu memang sebuah hal yang
fitrah. Kadang kita tak bisa memilih jatuh cinta pada siapa. Karena hatilah
yang berkuasa. Cinta itu adalah permasalahan yang kompleks. Kadang berujung baik,
kadang juga tidak. Kalau aku, mungkin hanya akan memilih suka dalam diam,
setidaknya DIA-lah yang harus tahu. Dengan begitu, tak perlulah sakit hati
sebab cinta. Astaga, karena terlalu penasaran dengan lelaki paruh baya ini, tanpa sadar hatiku nyinyir tak beratur. Biarlah dia menikmati dunianya
sendiri.
Dari arah jam dua, wanita paruh baya bersama
anak laki-laki yang usianya sekitar empat belas tahun berjalan cepat menuju
kemari. Wanita itu mengerutkan dahi, wajahnya nampak merah, dadanya naik turun
seperti mau meledak. Lelaki di sampingku tiba-tiba terdiam. Matanya menatap
kosong ke depan. Aku menghela napas berat, merinding. Hitamnya langit tiba-tiba
menjatuhkan gerimis. Rintik airnya mulai merayap.
“Seperti inikah? Perlakuanmu
terhadapku? Istrimu sendiri. Kamu manusia hina yang telah merampas
kebahagiaanku. Lihatlah, anak kita masih butuh kasih sayang. Tidakkah kaupikirkan
dia juga? Tega sekali kamu terhadapnya. Menelantarkan kami dan malah asik saling
jatuh cinta dengan tetangga sendiri. Mulai hari ini, aku akan membawa anak kita
pergi. Silakan kaulanjutkan kisah kasihmu itu. Selamat tinggal.” Begitulah
ucap perpisahan wanita itu terhadap suaminya yang sedari tadi tak berkutik.
Bukan dia tak acuh, hanya saja bimbang terhadap dunianya yang terus berputar
paradoks. Dunianya gelap, terjebak dalam lorong tak berujung.
Yang fitrah telah berubah jadi bencana,
kelak sang anak yang akan menjadi korbannya. Kehilangan cinta yang utuh, menangis dan terus berulah mencari perhatian. Aku hanya bisa termangu. Berharap
tak tergoda akan nikmatnya eksistensi dunia.
perih mmg ketika laki2 yg awalnya dicintai memilih pergi utk yg lain tanpa pedulikan hati yg ditinggalkan..
BalasHapusIya mbak. Betul. 😥😥😥
Hapus