-Surat Cinta Nayla-
Malam
ini langit tampak begitu cerah. Tatapanku kepada bulan dan bintang seolah
bercerita tentang sosok manusia yang imannya telah membuat hati ini luluh. Tentang
kedua bola matanya yang menyejukkan, senyumannya yang menggelitik jantung hingga berdebar.
Aku
menutup jendela, berpamitan kepada bulan, bintang dan langit malam. Mengambil secarik
kertas dan pena berwarna biru, kemudian menuliskan kalimat-kalimat yang ingin
sekali kukatakan kepada seseorang tapi tak mampu;
“Assalamualaikuam, dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang. Kuberanikan menulis surat ini karena semua yang tertulis
di sini adalah isi hati yang tak mampu kukatakan. Setelah membacanya, tolong
tetaplah bersikap biasa saja kepadaku. Tak perlu pula terbebani ingin
membalasnya.
Terima kasih kuucapkan kepada
Fahri, karena telah menyadarkanku bahwa rasa cinta yang dulu muncul adalah mutlak
hanya untuk Islam, agama yang saat ini sangat kucintai. Tapi ketahuilah, ada
perasaan misterius kembali muncul. Tanganku seketika berkeringat dingin,
jantungku berdetak begitu cepat dan ketika engkau tersenyum, detaknya seolah
berhenti hingga membuatku sulit untuk bernapas.
Cinta adalah sesuatu hal yang
fitrah, maka biarlah kupendam dalam-dalam rasa ini. Sungguh tak apa, jika
engkau menolak untuk membalasnya karena ketidakpantasanku untuk Fahri. Suatu
saat jika kita memang berjodoh, maka engkau akan melihatku telah dalam keadaan
yang pantas untuk enkau miliki sebagai pelengkap imanmu. Kulibatkan
Dia, dan kumeminta izin-Nya untuk terus menanti dan merindukanmu.
Juga sadar, jika dibandingkan
dengan wanita-wanita shalihah yang selalu rutin mengikuti pengajian seperti Maya,
Ainun, Aisyah dan Asma maka aku hanyalah sebatang lilin yang cahayanya selalu redup,
sedang mereka seperti matahari yang terus bersinar terang. Memang tak ada yang
sempurna, kalau pun ada pasti bukan aku.
Mengharapkan engkau bisa jadi sangat menyakitkan. Seperti yang pernah dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib,
bahwa yang paling menyakitkan adalah berharap kepada manusia. Tentu saja, aku
tak ingin berharap kepada engkau wahai laki-laki shalih, ketahuilah ... aku
hanya berharap kepada Allah agar namamulah yang DIA tuliskan di takdirku. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatu”
Melipat
secarik kertas itu dan menyelipkannya di buku Fahri. Esok semua buku-buku ini
akan kukembalikan.
-bersambung-
0 komentar:
Posting Komentar