sumber gambar : http://s.kaskus.id/images/2015/01/24/7027734_20150124075319.jpg
“Oh,
Tuhan kucinta dia, sayang dia, rindu dia, inginkan dia.” Berkali-kali pun
kumenyanyikannya, tetap saja tak akan bosan.
Lagu
itu mampu menjadi wakil dari segala rasa di hati. Kamu, iya kamulah laki-laki
yang selalu berpapasan denganku di halte setiap sore.
Laki-laki
yang begitu indah melebihi dari senja di kota Surabaya, menjadikan lagit sore menjadi tak indah lagi.
“Tuhan,
besok aku harus bagaimana saat berpapasan dengannya lagi?” rintihku mengadu,
kala malam telah tiba.
Meski
saat berpapasan hanya berjarak lima jengkal, tapi rasanya begitu jauh. Ingin sekali
menyapa dan tersenyum padamu. Tapi,
tak
cukup bernyali, suaraku tertahan. Kadang kala, mataku secara tak sengaja
menelisik ke arahmu. Manis sekali.
Andai
saja ada kesempatan bericara dengamu, hal pertama yang akan kulakukan ialah
menulis sebuah diksi.
Berharap
semoga diksi itu mampu memikatmu, menjadi wakil dari bibir yang enggan terbuka.
Kutamatkan
lamat-lamat, ada ratusan bayangan menarik dan bahkan menggoda otakku. Itukah
yang disebut dengan hasrat? Kadang itu menggoda iman.
Ah,
mungin itu hanya pradugaku saja.
Sampai
kapan akan seperti ini? Sampai kapankah akan menjadi pengamatmu?
Entahlah
Aku
tidak peduli dengan sebuah kata yang bernamakan “hubungan”,
0 komentar:
Posting Komentar