Sore
tadi langit masih nampak begitu cerah hingga senja temaram dilumat rintik
hujan. Damai kurasa sebab rintiknyalah yang menahanku untuk tetap tinggal, bercerita,
dan bergurau satu sama lain. Dengan secangkir teh panas dan sepotong kue, kita
menghabiskan waktu hingga hujan pamit pergi. Batuk dan lemahnya tubuhmu tak
menjadi alasan untuk berhenti membuatku tersenyum.
Kini,
semua hanya tinggal kenangan.
Hujan
menjadi salah satu momen aku bersamamu,
Mama,
aku merindukanmu ...
Sisa
teh panas dalam cangkir yang kemarin malam kau seduh, kubiarkan tetap di meja
kesayanganmu.
Aku bergumam, mencari, dan mengeja setiap detik di kala hujan yang selalu kuhabiskan bersamamu.
Aku bergumam, mencari, dan mengeja setiap detik di kala hujan yang selalu kuhabiskan bersamamu.
Hujan kemarin adalah terakhir kita berjumpa
Senyumku
yang dulu mama bilang mirip mentari, kini bersembunyi dalam bayangan siluet. Aku
bisa apa? Mamalah yang melangkah pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal, disaksikan rintik hujan yang melumat habis penghujung sore.
“Mama,,
bolehkah aku menyerah soal hidup ini?” Ah, mama pasti akan marah jika kuberkata
begitu.
0 komentar:
Posting Komentar