Buku-buku itu adalah sesuatu yang mampu membawa pikiran-pikiran ajaibku melayang di atas suara yang mampu menembus waktu.

Senin, 23 Oktober 2017

HUJAN MALAM INI


Sumber gambar : http://blog.act.id/wp-content/uploads/2015/08/berkah-hujan-kemarau.jpg




Hujan kedua tapi serasa hujan pertama yang mengguyur wilayah Surabaya dan sekitarnya. Inilah hawa yang kurindukan, begitu menenangkan. Pagi tadi begitu cerah, bahkan sangat panas. Bukan hanya panas biasa, tapi keadaan pun juga seolah ikut memanas. Lagi-lagi perkara pekerjaan, mungkin inilah yang membuat ritme menulisku jadi terganggu. Menyedihkan.
Aku tak tahu apa yang terjadi hari ini, bagiku sangat melelahkan hingga terbesit doa dalam hati, “Tuhan aku rindu hujanMu, semoga malam ini hujan. Setidaknya bisa kurasakan sejuknya setelah semua penat ini.” Ah, mengejutkan sekali. Malam ini benar-benar hujan. Entah, mungkin saja hari ini sedikit penat tapi membawa keberuntungan.
Banyak yang bilang bahwa 90% dari hujan itu adalah kenangan, sisanya barulah air yang turun dari langit. Mengapa? Entahlah, aku sendiri tak memiliki kenangan di waktu hujan. Hanya ada rasa suka saat menatap air yang begitu banyak jumlahnya turun dari langit. Begitu indah. Mungkin karena memiliki 90% kenangan itulah mengapa hujan tak pernah habis dibicarakan dalam sajak. Ada yang membenci hujan, ada yang bilang suka pada hujan, bahkan ada pula yang meganggap hujan itu seperti sosok seorang “dia” yang telah pergi kemudian datang lagi.
Begitulah, hujan dengan segala persepsi tentangnya. Aku hanyalah penikmat saja, tak lebih. Hujan malam ini benar-benar menggoda, dengan segala rasa penat dipikiran dan tubuh ini, ia menerobos masuk ke alam bawah sadar. Merayu, memanjakan, dan memikatku untuk terlelap dipelukannya.
Sial, hujan sudah berhasil merayu. Kulihat jam di laptop yang sejak tadi menyala. Ah, sepertiya aku tertidur di tengah-tengah kelas komunitas menulis yang kuikuti. Bukan kusengaja, bukan juga hujan yang salah karena telah merayu, tapi penat inilah yang membuatku jatuh sejatuh-jatuhnya pada pelukan hujan malam ini. Sudah satu jam terjaga setelah berhasil melepaskan diri dari pelukan hujan. Duduk di depan laptop, termenung menemani senyap-senyap bersama suara rintik hujan yang kian menghilang dari pendengaran.
Jika langit adalah sebuah wajah, maka ia saat ini serupa wajah yang begitu menggemaskan. Cemberut seperti wajah seorang wanita yang meriak murka pada kekasihnya yang tidak peka. Apa benar seperti itu? Bagaimana kutahu? Padahal aku sendiri tak pernah mengalaminya. Yahh, tentu saja tak harus mengalaminya, tapi cukup mengimajinasikannya.
Untuk penduduk bumi di wilayah Surabaya dan sekitarnya, tidur dan bermimpilah dalam pelukan hujan. Rasakan apa yang juga kurasakan. Semoga esok kalian semua terbangun dan kembali merindukan hujan malam ini. Tak tahu lagi harus bagaimana kuabstraksikan tentang hujan, bagiku ia adalah rangkaian kata terbaik.

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Halaman

Aku adalah aku... Bukan kamu juga bukan dia.

BTemplates.com

Seperti Romeo and Juliet

Sumber gambar : google. Com "Kenapa? Bukankah kalau kamu sakit tak akan bisa merawatku?" tanyamu. Badanku terhuyung ke...